PENGELOLAAN TERUMBU KARANG PERLU DUKUNGAN SEMUA PIHAK
13/10/2009 - Kategori : Siaran Pers (sumber dari www.dkp.go.id)
Keberadaan area Coral Triangle (CT) perlu dijaga karena memiliki multi fungsi, antara lain
1. pendukung mata pencaharian alternatif dan keamanan makanan masyarakat di wilayah tersebut,
2. daya tarik wisatawan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
3. melindungi masyarakat pesisir dari kerusakan yang disebabkan badai tropik dan tsunami, dan
4. sarana masuknya investasi.
Simposium ini dilaksanakan sebagai bagian untuk menghasilkan solusi yang lebih baik dalam pengelolaan terumbu karang, terutama di area CT sebagai salah satu pusat keanekaragaman laut di dunia. Perlindungan dan pengelolaan keberlanjutan terumbu karang tidak terbatas tanggungjawab Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), melainkan perlu keterlibatan seluruh stakeholders kelautan dan perikanan, instansi terkait, peneliti, masyarakat, dan Pemerintah Daerah serta dukungan dunia internasional. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi saat membuka “Coral Reef Management Symposium on CT Area and Indonesian Ocean Policy Workshop” di Jakarta (12/10).
Sebelumnya, Indonesia sebagai inisiator CT, sukses menyelenggarakan World Ocean Conference (WOC) dan CT Inisiative Summit bulan Mei lalu di Manado, diantaranya menghasilkan Leaders Declaration of CT, dan diadopsinya Regional Plan of Action (RPOA) oleh 6 kepala negara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua New Guine, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste) atau disebut CT-6. Sebagai salah satu pusat keanekaragaman laut di dunia, CT memiliki luas 75.000 km2, lebih dari 500 spesies terumbu karang dan dihuni lebih dari 3000 spesies ikan. Selain itu, terumbu karang di area tersebut merupakan sumber pangan bagi 120 juta penduduknya, tempat pemijahan ikan tuna dan sumber ekonomi regional dengan perkiraan perputaran uang mencapai US$ 2,3 milyar per tahunnya.
Sebagai “etalase” terumbu karang dunia, Indonesia memiliki 82 genera dan 590 spesies karang keras yang tersebar pada 74.748 km2 atau setara dengan 18 persen dari luasan terumbu karang dunia. Namun demikian, keberadaan terumbu karang di Indonesia juga mengalami tingkat kerusakan dan ancaman yang tinggi setiap tahunnya. Tingginya ancaman dan kerusakan terumbu karang sebagian besar disebabkan prilaku manusia, seperti eksploitasi karang untuk pondasi rumah, pengerasan jalan, pembuatan kapur, penggunaan alat tangkap yang merusak (destructive fishing) seperti bom dan potasium, ekspolitasi sumberdaya secara berlebih, dan pembuangan limbah domestik dan industri ke perairan. Kerusakan terumbu karang berdampak terhadap keberlangsungan hidup sumberdaya laut yang menjadikan ekosistem tersebut sebagai rumah, tempat mencari makan, tempat memijah, serta rantai makanan lain yang terjadi di ekosistem tersebut. Kerusakan ekosistem terumbu karang secara terus menerus, tanpa adanya upaya rehabilitas dan konservasi akan berdampak terhadap penurunan stok ikan (baik keragaman, ukuran, dan jumlahnya), yang pada akhirnya berakibat pada penurunan pendapatan masyarakat setempat.
Dalam upaya mencegah dan menekan tingkat kerusakan terumbu karang, Indonesia melalui DKP melaksanakan program penyelamatan terumbu karang melalui Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II (COREMAP II). Program yang tersebar di 16 kabupaten/kota dan 7 propinsi ini memiliki tujuan untuk menjaga dan mengkonservasi keanekaragaman hayati serta mengelolanya secara berkelanjutan, memperkuat kapasitas masyarakat dan institusi lokal, dan menurunkan tingkat kemiskinan di masyarakat pesisir. Program penyelamatan terumbu karang yang terbagi dalam 3 komponen (penguatan kelembagaan, pengelolaan berbasis masyarakat dan kolaboratif, dan penyadaran masyarakat-pendidikan dan kemitraan bahari) ini dilaksanakan dengan melibatkan berbagai institusi (Pemerintah dan Non Pemerintah) di tingkat desa hingga pusat. Dalam program ini, masyarakat pesisir ditempatkan sebagai pelaku utama kegiatan yang mendukung pelestarian sumberdaya, sehingga menimbulkan kesadaran dan perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya laut.
Program penyelamatan terumbu karang dan ekosistemnya tidak terbatas menjadi program nasional, tetapi juga merukan program internasional. Dalam rangka mendukung hal tersebut, COREMAP II berinisiasi menyelenggarakan simposium internasional untuk mencari solusi yang tepat dalam pengelolaan terumbu karang dengan melibatkan semua pihak. Dalam simposium ini akan dibahas beberapa topik diskusi, yaitu: pengelolaan terumbu karang, monitoring dan penilaian terumbu karang di sekitar area CT, adaptasi terumbu karang terhadap perubahan iklim, efektifitas kawasan konservasi laut dan jejaringnya, dan perbaikan dan restorasi terumbu karang. Dalam rangkaian Simposium, semenjak tanggal 9 Oktober 2009 COREMAP II juga telah dilaksanakan beberapa kegiatan, diantaranya: cerdas cermat, duta karang, pameran yang diikuti seluruh daerah program lokasi penyelamatan terumbu karang, lomba karaoke, dan saresehan nasional masyarakat terumbu karang. Kegiatan tersebut semuanya dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan peran serta masyarakat dalam mendukung program penyelamatan terumbu karang dan ekosistemnya, terutama generasi muda sehingga harapan COREMAP II sebagaimana mottonya “terumbu karang sehat, ikan melimpah, dan masyarakat sejahtera” dapat segera terwujud.
Jakarta, 12 Oktober 2009
Narasumber/Sumber:
1. Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut, Ditjen KP3K DKP
(Ir. Agus Darmawan, M.Si/HP08158700095)
2. Direktur PMO COREMAP II (Ir. Yaya Mulyana/HP.08129606147)
3. www.dkp.go.id
4. www.coremap.or.id
DATA DUKUNG
Tabel 2. Status kondisi terumbu karang di Indonesia, tahun 2006-2008
Tahun Status (%) Keterangan
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
2006 5,23 24,26 37,34 33,17 Sampling di
841 lokasi
2007 5,51 25,11 37,33 32,05 Sampling di
908 lokasi
2008 5,48 25,48 37,06 31,98 Sampling di
985 lokasi
Keterangan:
Sangat baik : 75 – 100% tutupan karang hidup
Baik : 50 – 74% tutupan karang hidup
Cukup : 25 – 49% tutupan karang hidup
Kurang : 0 – 24% tutupan karang hidup
3. Dalam rangka upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, tahun 2008 telah terbentuk kawasan konservasi laut seluas 7,2 juta ha dan tahun 2009 menjadi 13,5 juta ha.
4. Didalam RPOA terdapat 5 (lima) tujuan utama, yaitu: pengelolaan bentang laut (seascape) prioritas pada kawasan laut; pengelolaan perikanan berbasis ekosistem; penetapan dan pengelolaan efektif kawasan konservasi laut dan jejaringnya (Marine Protected Area and its networks); adaptasi terhadap perubahan iklim; dan mempertahankan terhadap menurunnya spesies langka (threatened species) serta mengupayakan peningkatannya.
5. COREMAP I diluncurkan secara resmi pada tanggal 1 September 1998. Sedangkan untuk COREMAP II, kabupaten yang terlibat didanai oleh World Bank (WB) adalah Selayar (Sulawesi Selatan), Pangkajene (Sulawesi Selatan), Buton (Sulawesi Tenggara), Sikka (Nusa Tenggara Timur), Biak (Papua), dan Raja Ampat (Papua), serta kabupaten Buton dan Wakatobi. Sedangkan untuk kabupaten yang didanai oleh Asia Development Bank (ADB) adalah: Kota Batam (Kepulauan Riau), Bintan (Kepulauan Riau), Natuna (Riau), Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat Tapanuli Tengah (Sumatra Utara) dan Mentawai (Sumatra Barat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar